Berbagai Masalah dalam Bidang Pendidikan di Indonesia

     Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam lingkungan manusia. Bahkan pendidikan sudah termasuk budaya yang harus dan wajib di tempuh untuk setiap manusia. Pendidikan sudah ada sejak dahulu bahkan sejak Negara Indonesia belum merdeka dan masih di jaja oleh Negara lain. Pendidikan terdahulu masih sangat memprihatinkan. Mengapa ? karena pendidikan waktu Negara belanda masih menjajah Indonesia hanya sebagian kecil yang hanya bisa menempuh pendidikan karena pada masa itu yang ingin menempuh pendidikan harus lah orang – orang yang berada dalam kelas atas dalam maksud lain hanyalah orang – orang yang mempunyai modal untuk bersekolah karena pada zaman nya pendidikan terdahulu sangatlah mahal. Tetapi saya salud kepada orang – orang terdahulu yang ingin menempuh pendidikan yang ingin mencari ilmu mereka tidak pernah putus asa, semangat dan jiwa mereka untuk bersekolah sangatlah besar. Meskipun itu mereka hanya bisa belajar dari orang – orang yang mempunyai hati yang baik,yang ingin meyumbangkan ilmu nya sedikit buat mereka yang belum bisa menempuh pendidikan sampai ke lembaga pendidikan tetapi mereka semua mempunyai jiwa semangat yang begitu besar untuk belajar seperti masyarakat terdahulu. Jika dibandingkan dulu dan sekarang seharusnya anak – anak sekarang memanfaatkan kesempatan yang diberikan, apa lagi sekarang untuk menempuh pendidikan sudah sangat di berikan kesempatan yang luas apa lagi untuk para masyarakat yang berada pada golongan bawah. Pemerintah sekarang sudah banyak memberikan kesempatan untuk anak – anak sekalian untuk bersekolah lewat program – program yang di berikan salah satunya beasiswa bagi anak – anak yang berprestasi maupun beasiswa bagi anak yang tidak mampu. Seharus nya anak – anak sekarang memanfaatkan program ini,siapa lagi yang akan memberikan peluang sebesar ini kepada kita semua untuk meraih pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tetapi saya prihatin kepada anak – anak sekarang,kenapa mereka sudah diberikan peluang untuk sekolah sebesar ini tetapi mereka malah bermalas malasan untuk bersekolah, dan malas untuk belajar.padahal apa yang sebenarnya yang mereka fikir,untuk biaya sekolah saja pemerintah sudah membiayai. Untuk para orang tua anak juga di rumah kenapa sekarang angka menikah muda semakin banyak untuk alasan biaya pemerintah sudah membiayai nya tetapi masih ada saja kasus anak yang menikah muda.” Nah ada pun lagi pendapat ke dua dari teman saya yang bernama retno mengenai pendidikan “ pendidikan saat ini secara keseluruhan masih kurang,karena seperti yang kita ketahui banyak masalah dalam bidang ini seperti kualitas guru yang masih kurang,pendidikan yang kurang merata sampai ke daerah terpencil dan mutu pendidikannya.”
Nah itu lah beberapa pendapat dari teman saya jadi dapat disimpul kan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi manusia,dan adapun tadi yang sempat disinggung oleh teman saya tentang masih kurangnya kualitas guru dan pendidikan yang masih belum merata sampai ke daerah terpencil. Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasi nya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungan nya dan sesama nya. Itu berarti,pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadaran nya itu mampu meprebaharui diri dan lingkungan nya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercabut dari akar tradisinya. Berbicara mengenai pendidikan,kita sejak SD,SMP,SMA sudah mulai mengenal yang namanya pendidikan. Tetapi ada pula juga saudara – saudara kita yang masih belum sempat merasakan apa itu pendidikan akibat tidak adanya biaya. Contoh kecil nya saja pendidikan di jenjang SD ( sekolah dasar ) masih ada saja saudara – saudara kita yang belum merasakan apa itu pendidikan,di karena kan adanya beberapa hal yang pertama tidak adanya biaya untuk bersekolah,ke dua ada nya system hubungan antar keluarga maka dari itu mereka yang lebih mengutamakan keluarganya yang jelas – jelas orang yang berada disbanding kan dengan saudara – saudara kita yang lebih membutuh kan,yang ke tiga ada nya system orang dalam atau orang Sulawesi selatan biasa mengatakan dekkeng. Nah dari ke tiga hal tersebut yang menghambat pendidikan saudara – saudara kita yang lain nya. Mungkin kita bisa lihat sendiri yang biasa di tayang kan di televisi, kita melihat ada seorang anak yang usia nya masih muda sudah bekerja untuk cari nafkah keluarga nya. Seharus nya di usia anak tersebut, anak itu harus sekolah tetapi malahan anak tersebut sudah bekerja. Ada pun juga anak yang ingin sekali merasakan yang nama nya sekolah sampai – sampai anak tersebut rela mengintip anak – anak yang lain yang sedang melaksanakan proses pembelajaran di sekolah nya dengan cara mengintip dari luar jendela. Coba kita fikir kan bagaimana nasib perasaan anak tersebut yang ingin sekali bersekolahtetapi tidak mempunyai biaya malahan anak tersebut rela mengintip proses pembelajaran dari luar jendela,sungguh sangat malang nasib anak tersebut.
     Ada pun juga permasalahan yang mendasar pendidikan di Indonesia yaitu pertama, bahwa pendidikan khususnya di Indonesia menghasil kan “ manusia robot “. Di kata kan seperti itu karena pendidikan yang di berikan ternyata berat sebelah,dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mebgorban kan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir dan perilaku belajar yang merasa. Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar,maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan seperti mengamatai membanding kan meragukan menyukai,semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali di praktek kan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang “ pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai “. Dan “ siap pakai “ di sini berarti menghasil kan tenaga – tenaga yang di butuh kan dalam pengembangan dan persaingan bidang industry dan teknologi. Yang ke dua,system pendidikan yang top – down ( dari atas ke bawah ). System pendidikan ini sangat tidak membebas kan karena para peserta didik di anggap manusia – manusia yang tidak tahu apa – apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid – murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang di cerita kan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang di isi. Otak murid di pandang sebgai safe depsit box dimana pengetahuan dari guru di transfer ke dalam otak murid dan bila sewaktu – waktu di perlukan pengetahuan tersebut tinggal di ambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang di sampaikan guru. Yang ke tiga dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang di hasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukan nya bersikap kritis terhadap zaman nya. Manusia sebagai objek merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi menyebabkan manusia tercabut dari akar – akar budaya nya ( seperti di dunia timur atau asia ). Bukan kah kita telah sama – sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal – hal yang berbau barat ? oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam strategi kebudayaan asia. Sebab asia kini telah telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi sosial budaya bahkan politik internasional.
Dan bagaimana mengenai tentang kualitas pendidikan yang ada di Indonesia ? justru kita semua sebagai warga Indonesia bertanya – Tanya bagaiamana tentang kualitas pendidikan yang ada di dalam negeri kita ini ? kualitas pendidikan yang ada di Indonesia ada dua factor yang mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia yaitu factor internal,jajaran dunia pendidikan baik itu department pendidikan nasional, dinas pendidikan daerah dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini interfensi dari pihak – pihak yang terkait sangat lah di butuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjajga dengan baik. Factor eksternal, masyarakat pada umumnya dimana masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objekdari pendidikan.
     Masalah utama dalam pendikan yang ada di Indonesia ialah rendahnya kualitas sarana fisik, untuk sarana fisik misalnya banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi yang gedung nya rusak, kepemilik kan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagai nya. Seperti yang kita lihat di televise, ada sebuah sekolah yang di daerah terpencil yang di mana gedung sekolah tersebut sudah kelihatan tak laya digunakan di karenakan bangunan – bangunan tersebut sudah rapuh dan bisa saja tiba – tiba tembok nya mengalami keruntuhan. Dan tidak ada nya fasilitas seperti buku cetak, buku tulis dan lain – lain. Dan yang lebih memprihatin kan ialah baju seragam yang di pakai oleh siswa tersebut sudah tak layak di pakai lagi begitu pula dengan tas dan sepatu nya.
Rendahnya kualitas guru, keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatin kan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugas nya sebagaimana di sebut dalam pasal 39 UU No. 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negera ini, pada umum nya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memeran kan fungsi nya dengan optimal karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khusus nya dalam upaya meningkat kan profesionalisme nya. Dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yaitu pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus ada SD yang jumlah guru nya hanya tiga hingga empat orang sehingga mereka harus mengajar kelas secara parallel dan simultan. Bila di ukur dari persyaratan akademis baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus di berikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar. Walau pun guru dan pengajar bukan satu – satu nya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi sebagai cermin kualitas tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga di pengaruhi oleh masih rendah nya tingakt kesejahteraan guru.
     Rendah nya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendah nya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku atau lembar kerja siswa, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Dengan adanya undang – undang guru dan dosen, barangkali kesehjatraan guru dan dosen agak lumayan. Pasal 10 undang – undang itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu di sebutkan guru dan dosen akan mendapat kan penghasilan yang pantas dan memadai. Antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi dan atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugas nya. Mereka yang di angkat pemkot atau pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Rendahnya presetasi siswa, dengan keadaan yang demikian itu ( rendah nya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahtraan guru ) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuas kan. Sebagai missal nya pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Siswa Indonesia hanya berada di ranking ke 35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke 37 dari 44 negara dalam hal prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan singapura sebagai Negara tetangga yang terdekat.
Kurang nya pemerataan kesempatan pendidikan, kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas papda tingkat sekolah dasar. Data balitbang department pendidikan nasional dan direktorat jenderal binbaga department agama tahun 2000 menunjuk kan angka partisipasi murni untuk anak usia sekolah dasar pada tahun 1999 mencapai94,4% ( 28,3 juta siswa ). Pecapaian angka partisipasi murni ini termasuk kategori tertinggi. Angka partisipasi murni pendidikan SLTP masih rendah yaitu 54,8% ( 9,4 juta siswa ). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nanti nya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu di perlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidak merataan tersebut.
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, hal tersebut dapat dilihat dari banyak nya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS ( 1996 ) yang di kumpulkan sejak tahun 1990 menunjuk kan angka pengangguran terbuka yang di hadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing – masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,7%. Menurut data balitbang depdiknas 1999, setiap tahun nya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini di sebab kan kurikulum yang materi nya kurang fungsional terhadap keterampilan yang di butuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Mahal nya biaya pendidikan, bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.
Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
– Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
– Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.
Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala
Jaman sekarang muncul lagi permasalahan mengenai tidak adil nya pemerintahan mengenai beasiswa bidik misi bagi mahasiswa. Karena sebagian besar mahasiswa yang menerima beasiswa bidikmisi ternyata mahasiswa yang berada. Di banding kan dengan mahasiswa yang sangat membutuh kan malahan tidak kebagian beasiswa bidik misi. Lagi dan lagi permasalahan di bidang pendidikan ini terjadi karena ada nya permainan orang dalam. Bukti nya, ada sebuah universitas di Makassar berkasus seperti itu. Seperti yang kita ketahui selama ini yang berhak mendapat kan beasiswa bidik misi hanya lah mahasiswa yang kurang mampu dan yang lebih penting nya mahasiswa itu tersebut harus yang lulusan snmptn dan sbmptn. Tetapi dari semua persyaratan tersebut sepertinya sudah di langgar, ada pun juga yang berlulusan snmptn dan sbmptn yang menerima beasiswa bidikmisi tetapi bisa di katakan hanya beberapa mahasiswa saja yang murni dari kalangan tidak mampu. Selebih nya itu mahasiswa yang berada yang mendapat kan nya. Mengapa hal tersebut bisa terjadi ? karena kebanyakan staf yang di sana lebih mementing kan keluarga nya yang mendapat kan beasiswa bidikmisi tersebut di banding kan mahasiswa yang kurang mampu. Ada pun juga mahasiswa yang sengaja mendaftar kan diri untuk mendapat kan beasiswa bidik misi. Dan ketika di mintai berkas – berkas untuk mendapat kan beasiswa bidikmisi mereka dengan tega nya melakukan kecurangan dengan melakukan mempalsui pekerjaan orang tua mereka dan gaji orang tua mereka. Ada pun ketika di mintai foto tempat mereka tinggal, dengan santai nya mereka juga mempalsui foto rumah mereka dengan lain rumah yang mereka foto itu bukan rumah asli nya tetapi bisa jadi rumah tetangga nya dan keluarga nya. Dan lebih parah nya lagi kenapa coba ketika ada beasiswa lain nya kenapa harus di sembunyi kan ? kenapa hanya orang – orang tertentu saja yang harus di beritahu tentang mengenai beasiswa yang ada. Contoh nya kenapa ketika ada penambahan kuota beasiswa bidikmisi tidak di publikasi kan ke orang lain ? malahan berita tentang ada nya penambahan beasiswa bidikmisi tersebut malah di sembunyikan. Seharus nya ketika ada berita seperti itu harus di publikasi kan, bukan di sembunyikan. Kasihan mahasiswa yang lebih membutuh kan beasiswa tersebut. Dan yang lebih parah nya dengan ada nya penambahan kuota beasiswa bidikmisi itu yang mendapat kan nya lagi dan lagi mahasiswa yang berada tepat nya mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri. Hal ini sangat tidak adil bagi mahasiswa yang lain nya yang lebih tepat nya mahasiswa yang kurang berada.
Di dalam undang undang 1945 yaitu pemerintah bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun,fakta nya hingga kini pemerintah belum mengawasi,apakah seluruh warga Negara Indonesia khusus nya lapisan ekonomi menengah ke bawah telah mendapat kan hak mereka atas pendidikan. Ada dosen dan peneliti dari fakultas hukum universitas andalas mengatakan selama ini berdasar kan undang undang pendidikan tinggi,perguruan tinggi neger, harus memberikan jatah 20% untuk mahasiwa yang kurang mampu. Namun belum diketahui secara pasti apakah PTN benar benar memberikan jatah 20% kepada mahasiswa kurang mampu. Oleh karena itu,masyarakat perlu mencermati praktik di lapangan. Harus kita cermati bagaimana penerapannya di lapangan,tepat sasaran atau tidak,termasuk yang melalui bidikmisi.
penerapan beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu termasuk bidik misi saat ini masih jauh dari memadai. Karena kuota bidikmisi sering tidak sesuai jumlah mahasiswa yang membutuhkan. Persoalannya jumlah mahasiswa yang mengajukan bidikmisi melebihi kuota yang ada. Salah satu contohnya adalah skema bantuan lain untuk siswa kurang mampu melalui system uang kuliah tunggal (UKT). PTN menggolongkan mahasiswa ada lima tingkat kemampuan membayar. Mereka yang kurang mampu berada di level satu,yang lebih mampu di level dua dan seterusnya.

Komentar

Postingan Populer