Hari Raya Galungan
Rangkaian Upacara dan Makna Hari Raya Galungan
Umat Hindu di Bali dan Nusantara,
pada Rabu (05/04/2017) merayakan hari raya Galungan. Perayaan Hari Raya
Galungan dan juga Kuningan merupakan rangkaian perayaan yang paling panjang di
antara hari-hari raya Agama Hindu, dimana jarak waktunya selama 60 hari.
Berikut rangkaian upacara Galungan dan Kuningan serta makna dari upacara-upacara
tersebut.
1. Hari Sabtu Kliwon Wariga yang disebut dengan Tumpek
Pengarah atau Pengatag, tepatnya 25 hari sebelum Hari Raya Galungan dan
persembahan ditujukan kepada dewa Sankara (nama lain Dewa Siva)sebagai penguasa
tumbuh-tumbuhan dengan mempersembahkan sesajen pada pohon-pohon kayu yang
menghasilkan buah, daun, dan bunga yang akan digunakan pada Hari Raya Galungan.
2. Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba ; yaitu Sebuah kegiatan
rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrokosmos) yang jatuh pada hari
Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya
membersihkan dan Jaba artinya luar, jadi Hari Sugihan Jawa tersebut bukanlah
hari Sugihan bagi para pengungsi leluhur-leluhur dari jawa pasca bubarnya
Majapahit. Maksud sebenarnya adalah pembersihan Bhuana Agung - sekala-niskala.
Dalam lontar Sundarigama dijelaskan: bahwa Sugihan Jawa
merupakan "Pasucian dewa kalinggania pamrastista bhatara kabeh"
(pesucian dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). Pelaksanaan upacara
ini dengan membersihkan alam lingkungan, baik pura, tempat tinggal, dan
peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Dan yang terpenting adalah
membersihkan badan phisik dari debu kotoran dunia Maya, agar layak dihuni oleh
Sang Jiwa Suci sebagai Brahma Pura.
3. Sugihan Bali; Jatuh pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang
(sehari setelah Sugihan Jawa). Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan
yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri
sendiri, sesuai dengan lontar Sundarigama: "Kalinggania amrestista raga
tawulan" (oleh karenanya menyucikan badan jasmani-rohani masing-masing
/mikrocosmos) yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia
tidak saja terdiri dari badan phisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira
dan Antahkarana Sarira). Persiapan phisik dan rohani adalah modal awal yang
harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk
menghadapi musuh yang akan menggoda pertapaan kita.
5. Penyajaan – puasa II ; jatuh pada hari Senin Pon
Dungulan. Pada hari ini umat mengadakan Tapa Brata Yoga Samadhi dengan pemujaan
kepada Ista Dewata. Penyajaan dalam lontar Sundarigama disebutkan :
"Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan
pada hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak
untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan
semata-mata membuat kue untuk upacara.
6. Penampahan – puasa III ; jatuh pada hari Selasa Wage
Dungulan tepat sehari sebelum hari Raya Galungan. Penampahan berasal dari kata
tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan
pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan
upacara pokok yakni Mabyakala yaitu memangkas dan mengeliminir sifat-sifat
kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan korban,
karena musuh sebenarnya ada di dalam diri (Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira,
dll), dan bukan di luar diri kita termasuk sifat- sifat hewani tersebut.
Ini sesuai dengan lontar Sundarigama yaitu ; "Pamyakala
kala malaradan". Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu,
bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri.
Hari Penampahan Galungan inilah yang pada dewasa ini paling
kehilangan makna spiritualnya yang paling penting. Konsentrasi kebanyakan
keluarga membuat makanan yang enak-enak. Padahal ada upakara penting di Madya
Mandala untuk Memohon Tirta dari Luhuring Akasa dalam rangka me-nyomia Buta
Kala di Bhana Agung dan Alit yang sering terlewatkan. Selama ini justru
sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri,
menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga
Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri.
7. Galungan – lebar puasa ; Jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku
Dungulan, Hari ini merupakan hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah
berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik
balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan
dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam
atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang
berwiweka.
8. Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia
merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara
mesima krama dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran
kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi pada hari ini umat
Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada semua manusia inilah
misi umat Hindu Dharma. Cara menyampaikan ajaran kebenaran adalah dengan Satyam
Vada yaitu mengatakan dengan kesungguhan dan kejujuran.
9. Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan,
maknanya pada hari ini dilambangkan dengan kembalinya Dewata-dewati,
pitara-pitari, para leluhur ke tempat payogannya masing-masing dan meninggalkan
anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang, dan hari ini umat
menikmati waranugraha dari dewata. Di beberapa daerah dibali biasanya dilakukan
dengan sarana banten "tegen-tegenan" yang berisi hasil bumi berupa padi,
buah-buahan dan aneka rupa jajanan yang tujuannya diperuntukkan untuk
memberikan bekal kepada para leluhur yang akan mantuk kembali ke sunya loka.
10. Pemacekan Agung; Jatuh pada hari Senen Kliwon wuku
Kuningan. Tepat pada hari ini merupakan hari pertengahan dari rangkaian panjang
hari raya Galungan. Hari ini tepat 30 hari dari sejak hari Tumpek Pengarah, dan
30 hari menjelang hari Pegat Uwakan (Buda Kliwon Pahang). Pada hari ini umat
menancapkan dan meneguhkan tekadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam menghadapi
dan mengarungi kehidupan selanjutnya dengan senantiasa berjalan dalam koridor
dharma. Pada hari ini dibeberapa wilayah dibali dilakukan persembahyangan
dengan sarana raka ajengan tipat pesor sebagai rasa syukur dan sujud bakti
kehadapanNya.
11. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Kuningan. Pada
Hari ini diyakini bahwa para dewata dan roh-roh leluhur akan turun ke
marcapada/mayapada untuk menerima sembah bakti umat dan prati sentananya dengan
segala cinta kasihnya, dan pada siang harinya para dewata dan roh suci leluhur
kembali menuju kahyangan stana-nya masing-masing yang diyakini tempatnya di
svargaloka (alam sorga). Kuningan merupakan hari kasih sayang, yang disimbulkan
melalui berbagai pratika upakara seperti: tamiang, koleman, sulangi, tebo, dan
endongan.
Rangkaian perayaan Galungan dan Kuningan berkahir pada Hari
rabu Kliwon wuku Pahang yang sering disebut hari raya Pegat Uwakan. Pada hari
ini umat melakukan persembahyangan mengahturkan suksmaning manah lan idep
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia dan wara nugrahanya bisa
melaksanakan rangkaian perayaan hari Raya Galungan dengan sempurna.
Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari pendakian
spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup dan kehidupan ini,
ditinjau dari sudut pelaksanaan upacara dan makna filosofisnya.
Kalander Bali dan Upakara serta Upacaranya sangat
sinkron/matching dengan alam semesta. Sekali pun dipakai sarana bebantenan yang
paling sederhana, manfaat yang didapatkannya tetap sangat luar biasa. Sekalipun
dikerjakan oleh orang biasa yang tidak terlatih khusus dan tidak punya
kemampuan batin tinggi, namun manfaat yang diberikan tetap berlaku.
Komentar
Posting Komentar